Bersama dengan negara-negara lainnya, Indonesia berkomitmen untuk memerangi ketimpangan baik di dalam negara sendiri maupun antar negara sebagai bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG 10). Di tingkat nasional, Indonesia telah menunjukkan komitmennya terhadap SDG 10 melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan antar wilayah dan antar kelompok penduduk di antara tujuh agenda pembangunan tingkat tinggi.
Secara praktik, peta jalan SDG Indonesia bertujuan untuk mengurangi ketimpangan melalui paket kebijakan pertumbuhan yang “berpihak pada rakyat miskin” dan sensitif terhadap kerentanan. Ini termasuk kebijakan fiskal yang mendukung redistribusi, membuat sistem pajak lebih adil, meningkatkan kebijakan untuk usaha mikro, kecil dan menengah, memperkuat ekonomi pedesaan, perubahan pada akses lahan dan menstabilkan harga pangan.
Namun masalah ketimpangan di Indonesia masih besar, dan sudah berlangsung selama beberapa dekade. Mulai dari masa kolonial hingga tahun-tahun yang tidak menentu setelah kemerdekaan, lalu masa pertumbuhan intensif di bawah pemerintahan otoriter, hingga kehancuran dan pemulihan ekonomi. Menurut World Inequality Report, saat ini 10 persen penduduk terkaya berpenghasilan sekitar 19 kali lipat dari 50 persen penduduk termiskin di Indonesia. Meskipun terjadi peningkatan signifikan dalam pendapatan rata-rata di Indonesia dari tahun 1950-an hingga hari ini, kesenjangan antara si kaya dan si miskin tidak berkurang, dan hampir sama lebarnya dengan kesenjangan terlebar dalam beberapa dekade terakhir.