> Skip to main content
Tag

Bahasa

Suara Perempuan Adat Harusnya Ada dalam Semua Negosiasi W20 G20

By Campaign, Indonesia


Di luar W20 Summit, pada 20 Juli, para perempuan adat Toba dan sejumlah aktivis membentangkan spanduk raksasa bertuliskan “Perempuan Sumatera Utara Lawan Deforestasi” di danau Toba dan sejumlah poster aksi di atas kapal yang merupakan bentuk ekspresi keresahan atas pembahasan dalam pertemuan W20 yang tidak menyentuh persoalan ketidakadilan ekonomi yang dialami perempuan Indonesia, terutama perempuan adat. Pertemuan ini sesungguhnya digelar hanya untuk melahirkan kebijakan-kebijakan yang lebih menguntungkan elit ekonomi dan politik tingkat negara, korporasi dan lembaga keuangan internasional, dan bukan membahas kepentingan rakyat sesungguhnya. 

Baca selengkapnya | Tonton videonya

Ketimpangan Ekonomi & Gender di Indonesai: Kajian Analisa Feminisme Ekonomi

By Indonesia

Berangkat dari hasil-hasil konsultasi di berbagai kotatersebut, kajian pustaka ini melihat definisi kemiskinandari berbagai perspektif, seperti dari pemerintah, lem-baga keuangan internasional, akademisi dan aktivisperempuan; menganalisis kausalitas (sebabakibat) situ-asi ketimpangan tersebut dari kerangka analisis feminis;dan menyorot program-program untuk mengentaskankemiskinan yang ternyata tidak menyentuh akar penye-bab kemiskinan itu sendiri. Banyak program bantuanmengentaskan kemiskinan lewat lembaga keuangan in-ternasional nyatanya memiliki agenda kepentingan eks-ploitasi sumber daya alam Indonesia dan menjamin pa-sokan ke pasar global.

Kajian pustaka mengenai ketimpangan gender danekonomi ini diharapkan dapat memicu narasi alternatifterhadap narasi arusutama mengenai pembangunandan pengentasan kemiskinan yang berlaku, dan memicugagasan-gagasan narasi yang lebih memihak kepadakepentingan rakyat, termasuk para perempuan.

Versi flipbook online

Hari Kartini 2022: Perekonomian Perempuan Bali Masih Terjepit dalam Himpitan Pandemi COVID-19

By Indonesia

Selama pandemi COVID-19 melanda hampir seluruh negara di dunia, perekonomian pun ikut terpuruk, tak terkecuali sektor pariwisata. Pulau Bali sebagai destinasi wisata utama wisatawan mancanegara, sangat merasakan keterpurukan ekonomi tersebut. 

Pandemi COVID-19 mengakibatkan turunnya tingkat kunjungan wisatawan ke Bali yang tentunya berpengaruh pula pada pendapatan masyarakat, terutama para pekerja pariwisata. Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, bahkan Bali pernah berada dalam posisi nol kunjungan wisatawan asing. Kondisi tersebut membuat para pekerja pariwisata yang jumlahnya sangat dominan, harus berjuang dan mencari cara untuk tetap bertahan dan memenuhi kelangsungan hidup keluarga. 

Hal serupa juga dirasakan perempuan Bali. Dalam kondisi yang sangat sulit ini, mereka harus ikut berjuang dan turut memikirkan perekonomian keluarga. Perempuan Bali menjalankan peran gandanya, selain memenuhi kewajiban domestik, juga mencari jalan untuk menambah pendapatan keluarga, baik dengan berjualan makanan, membuat kerajinan, bahkan mencoba hal-hal baru di luar kebiasaannya. 

Baca selengkapnya (Link 1) | Link 2

Cover image for the report on Indonesian Advocacy Case Studies (women protesting in solidarity, a large business suit and excavator in front of them)

Catatan Akhir Tahun Advokasi Kasus Solidaritas Perempuan 2021: Geliat Perjuangan Perempuan Melawan Dominasi Kuasa Di Tengah Pemulihan Palsu Negara

By Indonesia

Setiap tahunnya, Solidaritas Perempuan berupaya merekam pengalaman dan situasi perempuan melalui Catatan tahunan Advokasi Kasus Solidaritas Perempuan. Catahu ini dibuat bersama Komunitas SP, dengan harapan dapat memberikan kontribusi yang lebih luas untuk berbagai pihak yang tengah berupaya mendorong penegakan Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi Perempuan. Tidak hanya menyajikan berbagai persoalan, Catahu SP juga merekam
berbagai cerita perjuangan perempuan yang diharapkan dapat membagikan semangat dan harapan bagi setiap perjuangan yang saat ini terus konsisten digelorakan. Dalam merawat perlawanan terhadap ketidakadilan harapan menjadi penting, untuk
meneguhkan keyakinan bahwa merebut kedaulatan perempuan dan kedaulatan rakyat di tengah hegemoni patriarki dan korporasi adalah layak untuk diperjuangkan.

Cover image for the report on Indonesian Advocacy Case Studies (women protesting in solidarity, a large business suit and excavator in front of them)

Food estate = Tanam Paksa?

By Indonesia

Dari buku sekolah kita mengenal cultuurstelsel atau sistem tanam paksa yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda lewat Gubernur Jenderal van den Bosch. Hari ini, hampir 200 tahun setelah masa gelap itu, kita sepertinya bisa menyaksikan kembali di tanah Kalimantan lewat Food Estate yg merupakan Proyek Strategis Nasional di era pemerintahan Presiden Jokowi. Seperti yg disebut Sekjen KPA Dewi Sartika, “jika dianalisa, sistem FE sebenarnya serupa dengan sistem tanam paksa, sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan ekonomi Indonesia telah kembali ke era kolonialisme.”

Kisah Perempuan Nelayan Pesisir Makassar Perjuangkan Hak

By Indonesia

“Kalau tidak selesai sampai kiamat tidak berhenti,” jawab Bu Zainab saat kami tanya sampai kapan akan berjuang. Pertengahan tahun 2017, nelayan mulai dilarang melintasi, memasang jaring, serta melakukan aktivitas di lokasi yang diklaim oleh perusahaan PT. Pelindo IV untuk proyek pembangunan pelabuhan Makassar New Port. Akibatnya para nelayan tak lagi bisa menangkap kerang, tude, dan kanjappa di pesisir. Ketika Bu Zainab dan para perempuan pesisir dimiskinkan lewat kertas kebijakan dan lobi-lobi perusahaan, mereka menuntut hak, menyuarakan yang dirasakan, berjuang mendapatkan keadilan. Pertanyaannya, sampai kapan negara mau abai?

Konferensi Pers – Hari Perempuan Internasional

By Events, Indonesia

Pada Hari Perempuan Internasional, 8 Maret 2022, Organisasi Aksi! untuk Keadilan Gender, Sosial dan Ekologi menuntut penghentikan proyek pembangunan dan iklim yang merusak lingkungan.

Dalam pernyataan bersama 22 organisasi dan perempuan komunitas dari 10 daerah di Indonesia, sejumlah tuntutan mereka yang disampaikan dalam jumpa pers di Bali adalah pertama, menuntut negara untuk menghentikan program dan atau proyek-proyek pembangunan yang melanggar Hak Asasi Manusia dan hak asasi perempuan, merusak lingkungan hidup, dan mengeksploitasi sumber daya alam yang menggusur sumber kehidupan dan memiskinkan perempuan.

Kedua, mencabut UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang mempermudah negara dan atau perusahaan untuk melakukan perampasan lahan, pengerusakan lingkungan dan eksploitasi sumberdaya alam. Selain itu mengancam hidup dan sumber kehidupan perempuan, termasuk meningkatkan kriminalisasi bagi perempuan pembela HAM dan lingkungan.

Ketiga, menghentikan proyek-proyek respon perubahan iklim yang mengabaikan hak asasi manusia, mendahulukan proyek-proyek yang keberlanjutan lingkungan hidup, responsif gender, dan berpihak pada perempuan.

Keempat, menjamin pelibatan penuh perempuan dengan ragam identitas, di dalam setiap tahapan proses pengambilan kebijakan maupun persetujuan terhadap proyek atau program pembangunan.

Kelima, membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan Pembela HAM, serta menghentikan segala tindakan ancaman dan kriminalisasi terhadap perempuan pembela HAM dan lingkungan.

Keenam, menjamin perlindungan ekonomi perempuan, termasuk perempuan pekerja informal, dengan menyediakan jaminan akses ketersediaan fasilitas, akses izin usaha bagi perempuan miskin, dan akses modal dan pasar untuk memperkuat ekonomi perempuan.

Baca selengkapnya